Sudah
hampir tiga bulan Garry tidak menghubungi Deli, mereka menahannnya, menahan
rasa ingin bertemu mereka, bertukar cerita, atau hanya sekedar menyapa. Mereka
gengsi? Ya, Garry dengan ketakutan dan kebimbangannya, setelah tahu dia hanya
simpanan, mana ada orang yang mau dijadikan nomor dua. Deli dengan ego
perempuannya, mana mungkin ada perempuan mau menyapa duluan, seharusnya Garry
sudah mengerti itu.
Sudah
hampir tiga bulan pula Garry menunggu bunga Dandelion yang ditiupkan Deli
datang, Garry tidak menyerah dia sangat yakin bunga dan pesan yang ditiupkan
Deli itu untuk dirinya, atau Garry hanya takut, takut menerima kenyataan, bahwa
bunga dan pesan Dandelion itu bukan ditupkan untuknya.
Hari-hari
Garry jadi sepi, apalagi dia tahu kalau ‘move
on’ tidak semudah mengatakannya, untuk berpindah kelain hati dari seseorang
yang sudah banyak meluangkan waktu untuk bersama kita memang tidak mudah, tapi
mau bagaimana lagi, kalau dia tidak terlalu bodoh untuk tetap mengejar wanita
yang sudah punya komitmen dengan pria lain, mungkin tak ada yang bisa dia tulis
hari ini.
Tiga bulan, empat bulan, lima bulan,
Garry sudah tidak tahan akhirnya dia mengirim pesan singkat untuk Deli, Garry
meminta agar Deli segera turun dari kamarnya untuk menemuinya di bawah, di
depan halamannya, Garry tidak peduli kalau ini sudah malam, dia tidak ingin
beban ini terus menghantui mimpinya dan membuatnya tidak bisa tidur di setiap
malam.
Deli
turun menemui Garry, aku pernah melihat mereka berdua dalam keadaan seperti
ini, dalam pakaian yang berbeda tentunya.
Raut
muka Garry tidak seperti biasanya dia tampak serius, cuek, tatapan matanya
dingin, tidak hangat, tidak seperti biasanya, sedangkan Deli, jangan tanya aku,
wajahnya seperti ketakutan dan bingung, seperti dia tahu kalau Garry marah, dan
akan membicarakan hal yang serius dengannya.
“Hei,
ngapain sih ganggu tidur aku Ger.”
Deli
tampak ingin mencairkan suasana, tapi percuma Garry yang sekarang beda dari
sebelumnya.
“Langsung
ke intinya saja, kamu kapan jadian sama Yogi?”
“Udah
jalan 3 minggu, kenapa emangnya?”
“
’Kenapa emangnya’ katamu? Lalu, lalu bagaimana kita selama ini.”
Garry
tampak agak kesal
“Kamu
pernah nyatain perasaan kamu ke aku ngga?”
“tidak
pernah, maksudku, belum, lalu apa arti kita selama ini.”
“Kamu
pernah ada saat aku butuh gak? Hari Senin sampai Juma’t kamu dimana? Gak disini
kan?”
“Jangan
bicarakan seolah jarak dan waktu sebagai alasan, kenapa kamu lebih memilih dia
daripada aku.”
“Karena
dia selalu ada, mengerti.”
“......”
“Yogi
selalu ada buat aku, waktu aku jatuh apa tangan kamu yang bantu aku berdiri?,
apa tangan kamu yang ngehapus air mata aku pas aku nangis? Apa suara kamu yang
aku denger pas pagi hari sebelum berangkat sekolah? Apa kam yang ada di depan
rumah aku buat nganterin sekolah? Bukan ger!”
Garyy
diam, dia tak mampu mengatakan sepatah katapun, dia terkejut oleh apa yang
dikatakan Deli padanya, itu sangat membuatnya patah hati.
“Setidaknya
kamu beri aku kepastian agar aku meninggalkanmu, jadi tidak berharap seperti
sekarang ini.”
“Apa
hanya perasaan kamu yang kamu pikirin, apa kamu gak pernah berpikir betapa
sulitnya buat milih kalian berdua, kalian sama-sama spesial, tapi kamu Garry,
kamu sangat berbeda kamu lebih dari spesial, dan Yogi, dia selalu ada buat aku,
karena kamu tau sendiri yang spesial akan selalu kalah sama orang yang selalu
ada.”
“Jadi
ini pilihan kamu?”
“Ya,
Garry aku minta maaf.”
Deli
menangis, air matanya mengalir sangat deras, sedangkan Garry yang di depannya
menunduk, meratapi dan menyesali perbuatannya malam ini, andaikan dia tidak datang
kesini dan menannyakan hal tadi mungkin dia dan Deli masih bisa berhubungan.
“Maafkan
aku, aku memang egois, aku tidak pernah berfikir kalau jadi kamu akan sangat
sulit, menangislah, anggaplah ini pertama dan terakhir kalinya bahuku ada saat
kamu membutuhkannya.”
Garry
memeluk Deli dan menyandarkan kepala Deli di bahunya, biarkan Deli menangis
sepuasnya di bahu Garry untuk terakhir kalinya.
Dandelion
Petang
kini menjelang
Ku
lihat cahaya bulan cerah sinari kerinduan di malam terang
Namun
hembusan angin dan barisan kunang-kunang di luar jendela kamarku
Mengantarkan
mu padaku
Sebuah
ingatan masa lalu
Pesan
dari cerita asmara kita di waktu dulu
Namun
saat ku dengarkan
Datang
pagi yang tak di harapkan
Aku
bangun dan hilang harapan
Dandelion
Kamu
datang terlambat
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar