Senin, 17 Agustus 2015

Anjar dan Billy

“Sial! Aku kesiangan, lagi.” Ucapku sambil beranjak dari tempat tidurku dan berlalri ke bawah, menuju kamar mandi, aku sempat melihat jam wekerku, dan kulihat ini sudah jam 06.30 pagi!


          “Pagi, Honey.” Ucap Ibuku yang terlihat sedang memasak sarapan.
          “Pagi bu.” Ucapku menyapanya balik, dan segera masuk ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, aku kembali ke kamarku untuk memakai seragam dan membawa tas sekolahku, ini sudah kesekian kalinya aku terlambat bangun, padahal aku selalu mengatur jam weker untuk membangunkanku lebih pagi, tapi selalu saja gagal.  Ketika jam weker itu berdering, bukannya bangun, aku malah mematikannya kembali, sial! Memang kebiasaan burukku ini tidak bisa hilang sepertinya.
          “Pagi njar, sarapan dulu sana, ibu sudah siapkan nasi goreng kesukaan kamu.” Ibuku sudah menyiapkan semuanya di meja makan, nasi goreng, susu, dan salad sudah siap, semuanya makanan kesukaanku. Tapi pagi itu aku hanya meminum susu saja, karena jam sudah menunjukan 06.45, dan waktu yang di perlukan untuk sampai ke sekolah kira-kira 20 menit, jadi pasti aku akan terlambat jika aku sarapan dulu.
          “Nanti aja di sekolah bu, Anjar telat nih.” Ucapku sambil memasukan bekalku ke dalam tas.
          “Kok panik banget njar? Bukannya kamu udah biasa telat ya?” Ucap ibu dengan nada mengejek.
          “Ibu ih! Nyindir sampe segitunya.” Jawabku sambil memakai sepatuku.
          “Makannya, lain kali, beli jam weker yang gak bisa dimatiin.” Ucap ibuku sambil mencium pipi kiri dan kananku “Yaudah berangkat sana, kasian mas Pur udah nunggu di depan dari tadi.” Lanjutnya.
          “Dah bu, Anjar berangkat, Assalamualaikum.” Ucapku sambil berlari keluar.
          “Waalaikumsalam.” Jawab ibuku.
Di luar aku sudah melihat mas Pur stand by di luar pagar, menunggu di depan pintu mobil belakang yang terbuka lebar.
          “Pagi den Anjar.” Ucap mas Pur.
          “Pagi juga mas Pur.” Jawabku singkat, sambil masuk kedalam mobil. Lalu mas Pur menutup pintu belakang, dan masuk lalu berangkat ke sekolah.
Oh iya, kita belum kenalan, namaku Anjar, anak kelas 2 SMA, aku tinggal bersama ibuku, karena ayahku tentara dan dia sedang ditugaskan di luar kota jadi ayah kembali sekitar tiga bulan sekali, yang tadi itu ibuku, dan yang sedang nyetir ini mas Purnomo tapi aku sama ibu manggilnya ‘mas Pur’ dia supir pribadi kita, mas Pur jadi supir pribadi sejak kita pindah ke Bandung, sekitar tiga tahun yang lalu, jadi dulunya keluarga kita tinggal di Jogja, tapi karena ayah pindah dinas ke Bandung, kita ikut pindah deh, ya gini lah gak enaknya jadi anak tentara, hidupnya no maden.
Tiba-tiba mobil seperti berat sebelah ke kanan, dan jalannya juga agak bergetar, kenapa ya?
“Lah lah lah.” Ucap mas Pur sambil memperlambat kecepatan mobil, dan mulai merapat ke pinggir jalan.
“Kenapa nih mas?” Tanyaku pada mas Pur.
“Nda tahu nih den, sebentar biar mas Pur cek dulu.” Jawab mas Pur, sambil keluar mobil.
Ngga terlalu lama mas Pur udah balik lagi ke mobil.
          “Waduh den gaswat, ini gaswat!” Ucap mas Pur kepanikan.
          “Gaswat kenapa mas Pur?” Tanyaku, lagian mas Pur ini gajelas masuk ke mobil langsung kaya gitu.
          “Anu den, anu.” Jawabnya mas Pur masih penuh kepanikan.
          “Mas Pur ngomong apaan sih? Yang jelas dong mas.” Tanyakku sambil menenangkan mas Pur.
          “Ban belakang sama ban depan yang sebelah kiri bocor den.” Ucap mas Pur menyelesaikan kalimatnya.
          “Yah... gimana dong mas?” Tanyaku panik, jam juga sudah menunjukan 06.50 duh ini pasti telat nih.
          “kalau diganti juga, satu ban bisa ngabisin waktu 15 menit den.” Ucapnya.
          “Wah, kelamaan mang, bisa telat nih aku, yaudah gini deh, mas Pur ganti aja bannya, aku jalan kaki aja, lagian di depan ada jalan motong buat ke sekolah kok mas.” Ucapku dengan jelas, ternyata aku kenal jalan ini, ini jalan yang biasa dia lewati, setap pagi dia pasti lewat sini, dan aku cuman bisa liatin dia dari mobil.
          “Beneran nih den gak apa-apa?” Tanya mas Pur lagi.
          “Beneran mas.” Ucapku sambil turun dari mobil, dan mulai meninggalkan mobil.
          “Nanti mas Pur lapor ke ibu den, jangan lupa ngabarin mas Pur kalau sudah sampai sudah di sekolah.” Ucapnya berteriak.
Aku hanya mengacungkan jari jempol dari kejauhan sebagai isyarat siap. Aku mulai berlari menyusuri gang ke gang dan akhirnya sampailah di sebuah rumah yang agak besar dengan pagar warna emas, aku kenal sekali, ini rumah dia, dia yang selalu ku kagumi sejak aku pindah ke sekolah ini, aku memperhatikan jendela yang terbuka di lantai atas, aku berpikir mungkin itu kamarnya, tempat setiap malam dia melihat keluar jendela dan mengidamkan pangerannya, membayangkan dia bersama pangeran impiannya di istana imajinasinya, dan aku selalu berharap aku adalah pangerannya.
          Jam berapa ini? 07.00 waduh! Kebanyakan ngelamun nih, aku harus cepet ke sekolah, dinding yang biasa di pakai buat bolos sekolah udah keliatan. Tiba-tiba terdengar suara anjing menggongong, saat ku lihat ternyata rumah besar ini ada anjingnya, udah gitu rantainya lepas lagi, aku langsung berlari sekuat tenaga, anjing itu terus mengejar, bentar lagi sampai, aku lihat ke belakang, anjing itu masih mengejar.
“Ah sial!” Umpatku dalam hati.
Akhirnya aku sudah bisa melihat gerbang sekolah, yang sudah ditutup dan pak satpam di depannya yang sudah siap dengan hukuman paginya, anjing itu juga sudah tidak mengejar, jadi aku agak memperlambat langkahku menuju gerbang sekolah.
“Pagi pak.” Ucapku sambil ngos-ngosan.
“Pagi njar, telat lagi? Kok kamu tumben jalan kaki biasanya diantar mas Pur.” Tanyanya.
“Ban mobilnya bocor pak.” Jawabku yang masih ngos-ngosan.
“Itu bukan berarti hari ini kamu gak dihukum loh njar, ayo udah siap dihukum?” Tanyanya penuh dengan nada mengejek.
“Iya pak iya, ayo pak hukum saya biar bisa cepet masuk.” Pintakku pada pak satpam.
“Udah tahukan hukumannya? Oke mulai aja njar.” Ucapnya santai.
Aku memang sudah langganan di hukum, karena aku sering sekali bangun kesiangan, jadi berimabas juga deh sama waktu dateng ke sekolah.
“Sudah pak.” Ucapku sambil berdiri dan mengambil tasku, jam menunjukan pukul 07.15
“Oke silahkan masuk njar, lain kali jangan telat ya, meski bapak gak yakin kamu gak akan telat lagi.” Ucap pak satpam dengan nada mengejek.
“Iya pak iya, yaudah pak Anjar masuk dulu assalamualaikum.” Ucapku sambil berlari kedalam.
“Waalaikumsalam.” Jawabnya.
Aku langsung berlari mencari kelasku, kelas XI-IPA 3, saat sampai di depan pintu kelas aku sedikit mengintip dari luar pintu, karena hari ini pelajaran guru killer pelajaran Kimia aku jadi sedikit sungkan untuk masuk, sudah cukup semua kesialan hari ini, bangun terlambat, tidak sarapan, ban mobil bocor, dikejar anjing, dihukum pak satpam, apakah sekarang harus diomeli guru killer pula, mati lah aku.
Aku mengintip, dan ternyata di ruangan kelasku belum ada guru, aneh sekali, tumben sekali pak Marsudiman tidak ada pagi ini.
          “Pagi.” Ucapku sambil masuk kelas, di balas dengan sorakan dari teman-temanku yang sudah biasa melihat aku datang jam segini, aku langsung duduk di tempat di dudukku di daerah belakang.
          Benar-benar hari yang menyebalkan ucapku, sambil menyimpan tas, dan mengeluarkan handphone dan headsetku, lalu aku menyimpan tas di depan meja sebagai alas untuk tiduran. Aku mulai memainkan lagu di handphoneku dengan headset yang sudah terpasang di telingaku, aku memejamkan mata sambil menunduk di alasi tasku, cukup hari sialnya benar-benar badmood aku ingin diam sejenak untuk istirahat dari hari sial ini.
Tiba-tiba....
Ada seseorang yang memukulku dengan buku, dan ku akui itu cukup sakit, kemungkinannya ada dua, yang pertama aku tertidur sampai pak Marsudiman masuk dan sekarang sedang dalam pelajarannya dan aku tertidur, itu artinya yang memukulku pak Marsudiman, atau ini si Billy yang sering kali menganggu waktu tenangku. Perlahan aku menanggahkan kepalaku dan ternyata itu.
“Hey, sakit ya? aku mukulnya kekerasan? Tadinya aku gak mau pukul, tapi kamu dibangunin, terus kata Bili pukul aja pake buku, eh ternyata bener bangun, sorry ya.” Ucapnya manja dan panjang lebar.
Ini mimpi? Ini bukan mimpi, jelas ini bukan mimpi, cewek yang cuman bisa aku liatin dari sini, dari pertama pas masuk sekolah dan kelas ini gak pernah ngobrol, tiba-tiba mukul kepala pake buku, tuhan, kajaiban itu gini rasanya ya?
          “Kok ngelamun? Pusing ya?.” ucapnya lagi.
          “Oh, ngga kok.” Ucapku yang terbangun dari lamunanku.
          “Bangku sebelah kamu kosong kan? Aku boleh duduk disitu.” Pintanya kepadaku.
          “Boleh Jun.” Jawabku.
          “Kok jun sih? Kaya nama cowok tau.” Ucapnya sambil manyun-manyun kesal.
          “Ya habis apa lagi? Emang nama kamu Juni kan?” Jawabku setengah mati.
          “Ya nama lengkap aja J-U-N-I.” Jawabnya, mengeja nama.
          “Ya O.k JUNI.” Ucapku
          “Kamu tuh tinggal di komplek sebelah ya? yang komplek tentara itu.” Tanya Juni kepadaku.
Gila, kok dia bisa tau rumah aku ya, ah ini jodoh ini.
          “Iya kok kamu tau?”
‘Karena kamu telah mendar der dor kan hatiku’ jawabku dalam hati, ah tapi kayanya gak mungkin sih dia bilang gitu.
          “Aku sering liat kamu pulang lewat situ, nah rumah aku kan tiga gang sebelum gapura rumah komplek itu.” Ucapnya menjelaskan.
‘Udah tau, dari kapan itu mah hehe’ ucapku lagi dalam hati, tapi pura-pura gak tau ah.
          “Ah masa? Aku kok gak pernah liat ya? padahal tadi juga aku lewat situ loh, rumah kamu yang mana sih?” Tanyaku padanya.
          “Itu yang warna pagernya emas.” Jawabnya lagi.
‘Itu juga udah tahu hehe’ bohong lagi aja ah, biar bisa deketan lama-lama.
          “Oh yang itu, yang ada anjingnya?” Tanyaku lagi.
          “Iya si Aci, itu peliharaan aku.” Ucapnya lagi.
‘Kebetulan tadi si Aci ngejar gua, lain kali kalau punya peliharaan dirante ya, cantik’ ucapku dalam hati lagi.
          “oh Aci.” Jawabku singkat.
Lalu keheningan terjadi diantara kita berdua, sampai akhirnya aku kembali memecah keheningan.
          “Tadi aku lewat situ, Jendela kamar kamu yang di lantai dua kebuka tuh, hati-hati entar ada yang nyolong.” Ucapku.
          “Hah? Jendela lantai dua? Oh itu mah kamarnya bi Rani, pembantu aku, kamar aku ada di bawah di paling ujung.” Jawabnya santai.
‘Eee buset, dari tadi ternyata ngebayangin dia liat ke jendela itu sia-sia ya, orang itu bukan kamarnya.’ Ucapku dalam hati lagi.
          “Oh punya pembantu kamu.” Jawabku singkat, biasa cowok keren harus hemat kata hehe.
          “Mmm boleh nannya ngga?” Tanya dia dengan nada malu-malu.
‘jangan nannya deh, kamu mau bawa abang kemana aja juga boleh’ ucapku dalam hati
          “Boleh.” Jawabku sok keren.
          “Tapi jangan di bilang-bilang.”
‘lah kok perasaan jadi gak enak’
          “Oke.” Jawabku masih sok keren.
          “Janji ya?”
‘Janji kita sehidup semati mau kapan nih?’ harapku dalam hati
          “Aku suka sama Billy comblangin aku sama dia dong.”
‘BILLY BANGSAT TTAAAEEE’ teriakku dalam hati.
          “Oke.” Jawabku masih berusaha sok keren.
          “Bener nih, yyyeee makasih ya, ini nomer hp sama pin aku, kasihin ke Billy ya.” ucapnya penuh riang sambil meninggalkan bangku ini, membiarkanku sendiri lagi hiks.
          Akhirnya sampai lonceng pulang berbunyi hatiku di penuhi rasa kesal dan rasa kesel sama si Billy, tapi mau gimana lagi, si Billy sialan itu, sahabat sejak aku pindah ke sini, mana sekarang dia numpang balik lagi.
Mas Pur sudah di depan gerbang, aku dan Billy melangkah bersama namun tak se irama, aku masuk duluan, dia masuk belakangan, karena kalau kita barengan susah.
Di mobil ku berikan nomer handphone dan Pin si Juni pada Billy, si Billy keliatan cuek tapi nomer sama pinnya tetep di save, mau bagaimana lagi cintaku bertepuk sebelah tangan.
          “Den anjar kok murung gitu kenapa den?” tanya mas Pur.
          “Gak apa-apa mas Pur, mas Pur bisa tolong bacain saya satu quote dari sastrawan kesukaan mas Pur itu?” pintaku yang sedang galau.
          “Oh, Sapardi Djoko Damono, yowes toh, dengar ya den Anjar den Billy.” Ucapnya pada kita berdua.
         


“tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu” 

Bangun telat, ngga sarapan, ban bocor, dikejar anjing, dihukum pak satpam, di ketawain anak-anak kelas, dan terakhir ditinggal kamu.

BELUM TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar