Senin, 05 Januari 2015

Kisah Seseorang di Ruang Tunggu

Jeritan dan rintih kesakitan terdengar sayup-sayup dari dalam ruang tunggu dokter yang biasa ku kunjungi satu bulan sekali ini,memang sudah biasa hal ini terjadi,setiap aku datang kemari pasiennya pasti banyak,Dokter Mervick memang terkenal memiliki tangan dingin dalam menghadapi penyakit-penyakit pasien yang ia tangani,setiap pasien yang datang padanya,mau penyakitnya berat atau ringan,pasti akan sembuh sebelum tiga hari atau paling parahnya satu minggu,padahal tidak ada yang membedakan Dokter Mervick dengan dokter-dokter yang lainnya,selalu memakai jas putih,stetoskop menggantung di leher,itu sudah seperti standar dokter-dokter di seluruh dunia,terkecuali kebiasaan dokter Mervick yang mengajak ngobrol pasiennya sebelum di periksa,atau menggratiskan biaya pengobatan untuk pasien yang dikiranya kurang mampu,aku rasa yang terakhir itu penyebab setiap pasien yang datang kemari selalu sembuh,karena si pasien tidak di bebani pikiran untuk membayar pengobatan.
“Selamat siang mba,mba makin hari makin cantik,boleh saya daftar untuk bertemu Pak Dokter.”
Sapaku penuh dengan senyum,aku ini orangnya memang suka becanda,memangnya apalagi yang bisa di banggakan dari orang Indonesia selain keramahannya.
“Mas Rezky bisa aja,mau check up lagi mas ?”
Jawabnya,dia hanya senyum menanggapi becandaanku,sepertinya sudah kebal.
“Ah,ngga kok hari ini saya hanya ingin mengobrol,bukannya sudah saya bilang jangan panggil mas,panggil Rezky saja.”
“iya maaf mas,eh Rezky.”
“Nah kan saya jadi kelihatan lebih muda.”
“Baik,mas silakan duduk nanti saya panggil.”
“Oke terimakasih mba.”


            Aku segera mencari tempat duduk,ada satu bangku panjang yang dapat di duduki oleh dua orang,kebetulan keduanya kosong,aku segera mendaratkan pantatku di bangku kosong ini,memang lututku sudah terasa rengat sejak berdiri di dalam ruangan tunggu ini,ku perhatikan banyak pasien dari beragam kalangan ada yang batuk-batuk,meriang,ada yang mukanya sangat pucat pasi,beberapa pasien memejamkan matanya,mungkin menahan rasa nyeri,anggota keluarga yang menemani mereka terlihat sangat gelisah,tidak perlu membeli banyak buku motivasi sebenarnya untuk mensyukuri hidup ini,cukup pergi ke dokter atau RS terdekat,kalian bisa merasakan aura penderitaan seseorang sangat kuat.
Aku kembali memerhatikan keadaan sekitar,sekarang kulihat sepasang suami istri,si Istri tengah membopong si Suami yang tampak sangat pucat,lemas,sepertinya penyakitnya parah.
Dia tengah mendaftar nomor antrean,lalu mencari tempat duduk untuk Suaminya,melihat bangku di sampingku kosong Sepasang Suami Istri itu segera menghampiri tempat dudukku seraya bertanya
“Boleh saya duduk disini dik ?”
Ucap si Suami itu dengan nada lirih,aku tidak tega meihat dia lama-lama berdiri segera ku anggukan kepala sebagai tanda mempersilahkan dia duduk.
30 menit tidak sepatah kata pun terucap dari kami berdua,mungkin si Suami ini tidak seramah perkiraanku,jumlah pasien juga jadi semakin banyak,suasana jadi semakin gaduh,ada beberapa pasien yang memilih pulang terlebih dahulu,mungkin kamar tidur lebih baik,hampir saja aku berfikiran sama,namun segera ku urungkan niatku untuk pulang,setelah si Suami mulai menyapaku dengan hangat.
“Sudah lama dik ?”
“ah,baru satu jam kok pak,bapak datang 30 menit setelah saya.”
Aku menjawabnya sambil melihat jam tangan g-shock-ku memperkirakan waktu yang ku habiskan untuk diam mematung di ruang tunggu ini.
“Oh,seperti itu,sudah biasa ke dokter sini ya ?”
“Iya pak,setiap bulan saya kemari untuk check up.”
“Wah,rajin sekali ya adik ini.”
“Untuk kesehatan keluar uang sedikit banyak tidak apa-apa kan pak.”
Mendengar jawabanku si Suami ini tersenyum lebar,terlihat memang sepertinya dia pekerja kantoran yang sering begadang dan tidak terlalu mementingkan kesehatan.
“Adik ini sepertinya paham betul soal kesehatan.”
“Ahahaha.. biasa saja kok pak,ngomong-ngomong bapak sakit apa ?”
Aku tertawa kecil.Merendah.mendengar pujian si Suami yang membuat perutku tergelitik mendengar analisanya tentang orang yang baru ia ajak berbincang sekitar 5 menit yang lalu.
“Saya sudah sakit sejak lama,hampir setiap tahun saya pasti dirawat di Rumah Sakit,dokter mendiagnosa saya terkena penyakit Asam urat dan Darah rendah,setiap malam,tidur saya tidak nyenyak,kalau sehabis kerja rasanya otot-otot saya seperti robek,kepala saya seperti berputar-putar,saya sebenarnya sudah tidak kuat menahan sakit yang tak kunjung sembuh ini,namun Istri saya selalu meyakinkan kalau saya akan sembuh,meskipun sampai sekarang masih belum ada hasil yang postif,saya sebenarnya sudah menyerah kalaupun bisa memohon,saya ingin segera di panggil oleh yang maha kuasa,lagi pula anak-anak saya sudah besar,sudah pada punya pekerjaan sendiri,tidak ada lagi beban yang perlu di pikirkan.”
Mendengar jawaban si Suami aku hanya terdiam.Mematung.Tersentuh ? mungkin. Seberat inikah tuhan menguji kesabaran umatnya,seseorang memang punya kadar penderitaannya sendiri,tapi menurutku ini sudah di tapal batas,cukup mendengar cerita dari seseorang maka kau akan dapat menyimpulkan arti dari penderitaan.
“Adik sendiri sakit apa ? sepertinya wajah adik sangat pucat.”
“Ah,hanya sakit biasa kok pak,masuk angin,biasa anak sekarang kalau main pulangnya pasti larut malam.”
“Oh,syukurlah,jaga kesehatan yang penting,jangan sampai saat tua rentan kena penyakit seperti bapak.”
Aku mengangguk mengiyakan,aku sudah tidak kuat bicara,rasanya pusing,mual,lemas bercampur,bergejolak di kepalaku,mungkin karena sudah terlalu lama menunggu.
“Arezky Satria.”
Akhirnya aku di panggil menuju ruang dokter,aku segera berdiri,tak lupa pamit kepada Bapak yang sejak tadi aku ajak berbincang,aku memasuki ruangan ini untuk kesekian kalinya,bau ruangan,dan tata letak bendanya aku sudah hafal.
“Rezky ? mau apa kamu kesini ?.”
“Pagi dok,ah,saya hanya mencari teman berbincang,tapi sepertinya sedari tadi dokter sibuk melayani pasien.”
“Rezky harusnya kamu istirahat di rumah jangan terlalu kecapean.”
“Ah,jarak dari rumah ke sini kan dekat,lagian aku di anter pak Sarno ---nama panggilan supir pribadiku--- kok.”
“Ki,ini juga untuk kesehatan kamu nak.”
“Ayah,persentase kesembuhanku sangat kecil,hampir 1/1000000 untuk sembuh,bukan berarti Rezky gak mau berjuang,Rezky cuman mau menikmati hidup Rezky tanpa harus di penjara oleh obat,alat bantu pernafasan,atau alat yang sering di pasang di otak,di sinetron-sinetron Indonesia.Rezky ingin bebas,mendengar pendapat orang lain tentang hidup,bertanya kepada orang yang lebih berpengalaman,agar Rezky mengetahui hal yang mungkin Rezky gak bakal alami,banyak orang yang merasa penderitaannya lebih dari batas kemampuannya itu karena mereka tidak menjalankannya dengan rasa syukur.”
“Ayah udah mencoba segala hal nak,tapi semuanya gagal.”
Air di ujung matanya mulai berlinang,bersiap untuk jatuh meluncur ke pipi bersama rasa pedih yang tidak dapat ia terima.
“Yah....”
“Iya nak ?”
“Berapa hari lagi Rezky bisa bernafas.”
Mendengar pertanyaan dariku Dokter Mervick hanya diam,kini air matanya tumpah sepenuhnya,ruangan periksa menjadi hening,Dokter Mervick membuka surat dari Rumah Sakit pusat yang biasa kita kunjungi sebulan sekali,dia menangis,tersedu,tiada henti,mulutnya bergetar,gugup ? entah ? tak sanggup membaca surat yang baru ia terima tadi pagi,aku juga hanya diam menunduk,rasa pusing yang sejak tadi menerpa sekarang terus menjadi-jadi,rasa lemasnya mulai menjalar ke seluruh tubuh,tanganku mulai mati rasa,sekarang kakikku,pandanganku mulai buram,nafasku mulai melemah,dadaku terasa di tekan.Sakit.Sekarang kurasakan sesuatu menetes dari hidungku,darah ? Seluruh sarafku terasa mati,kulihat tangan kiriku sangat pucat,namun dalam kondisi ini aku masih bisa mendengar dengan jelas.
“Nak..”
“Iya.”

“Ini Hari Terakhirmu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar