Jeritan dan rintih kesakitan terdengar sayup-sayup dari dalam
ruang tunggu dokter yang biasa ku kunjungi satu bulan sekali ini,memang sudah
biasa hal ini terjadi,setiap aku datang kemari pasiennya pasti banyak,Dokter
Mervick memang terkenal memiliki tangan
dingin dalam menghadapi penyakit-penyakit pasien yang ia tangani,setiap
pasien yang datang padanya,mau penyakitnya berat atau ringan,pasti akan sembuh
sebelum tiga hari atau paling parahnya satu minggu,padahal tidak ada yang
membedakan Dokter Mervick dengan dokter-dokter yang lainnya,selalu memakai jas
putih,stetoskop menggantung di
leher,itu sudah seperti standar dokter-dokter di seluruh dunia,terkecuali
kebiasaan dokter Mervick yang mengajak ngobrol pasiennya sebelum di
periksa,atau menggratiskan biaya pengobatan untuk pasien yang dikiranya kurang
mampu,aku rasa yang terakhir itu penyebab setiap pasien yang datang kemari
selalu sembuh,karena si pasien tidak di bebani pikiran untuk membayar
pengobatan.
“Selamat
siang mba,mba makin hari makin cantik,boleh saya daftar untuk bertemu Pak
Dokter.”
Sapaku penuh
dengan senyum,aku ini orangnya memang suka becanda,memangnya apalagi yang bisa
di banggakan dari orang Indonesia selain keramahannya.
“Mas Rezky
bisa aja,mau check up lagi mas ?”
Jawabnya,dia
hanya senyum menanggapi becandaanku,sepertinya sudah kebal.
“Ah,ngga kok
hari ini saya hanya ingin mengobrol,bukannya sudah saya bilang jangan panggil
mas,panggil Rezky saja.”
“iya maaf
mas,eh Rezky.”
“Nah kan
saya jadi kelihatan lebih muda.”
“Baik,mas
silakan duduk nanti saya panggil.”
“Oke
terimakasih mba.”